Kakek Muadzin - Bilik Sastra
Headlines News :
Home » » Kakek Muadzin

Kakek Muadzin

Written By rumah karya on Minggu, 10 Oktober 2010 | 09.57

Diantara ketakjuban-ku pada Mesir adalah masjid-nya yang tak pernah lengang shalat berjamaah, baik masjid kecil –meskipun kecil, di Mesir tetap namanya masjid- maupun besar. Maka, 'tak heran kalau Mesir dijuluki negeri seribu menara, karena memang masjid bertaburan di mana-mana. Bangunannya berbagai, ada masjid yang berdiri tegak sendiri, ada juga masjid yang menyatu dengan flat rumah, biasanya terletak di ardiyah (lantai dasar). Orang-orang Mesir yang baik hati, biasanya selalu menjadikan ardiyah rumahnya masjid, namun ada juga ditingkat dua atau tiga. Meskipun masjid bejibun, tetap ‘tak sepi, walau hanya dua atau tiga orang saja, suara imam tetap menggema.

Azan selalu berkumandang, bersahut-sahutan dari satu menara kemenara lain. Besar-kecil, tua-muda, berbondong-bondong menghadiri. Debu-debu, tipis, diinjak-injak jamaah yang ke luar masuk. Gemercik air kran yang dihidupkan setiap saat senantiasa terdengar. Aku berdecak kagum dengan pemandangan ini.!

Kemudian jika aku tilik kampung halamanku, ingat mushalla-mushalla dan masjidnya, aku sedih sekali, kosong, sunyi tak berpenghuni, kaecuali waktu-waktu tertentu. Masjid hanya sekali dalam seminggu dan mushallah 'tak menentu, padahal masjid dan mushalla ‘tak seberapa di sana. Namun tetap saja kesibukan mengalahkan semua. Harus aku akui memang, sumber daya manusia untuk mengajak, terbatas. Tak seperti di Mesir ini, yang berserakan ulama dan doktor-doktor. Di mana setiap tahunnya Mesir melahirkan doktor-doktor. Dan tercatat bahwa Mesir adalah Negara kedua terbanyak setelah Israel dalam melahirkan doktor-doktor setiap tahunnnya. Terlepas dari itu semua kesadaran yang tinggi juga lahir dari mereka, kesadaran untuk mengamalkan perintah Allah dan rasul-Nya, karena memang orang tua mereka mendidik untuk itu. Di kampungku orang yang mondorong untuk itu (berjamaah di masjid-red), masih sangat sedikit atau mungkin bisa dikatakan belum ada.

Dari sekian banyak jamaah, kesalutan itu kusematkan pada seorang kakek tua. Matanya telah kabur. Ia berjalan tertatih-tatih, terkadang membentur. Sebuah tongkat senantiasa menyangga ke mana-mana, itulah mata baginya kini. Pendengarannya ‘tak jelas lagi, ketika berbicara dengannya harus dengan suara yang tinggi, terkesan kurang sopan memang, tapi memang harus seperti itulah kalau menginginkan jawaban.
Setiap kali aku shalat di masjid itu, as Salam, ia selalu tampak di shaf awal, duduk berzikir, ‘tak pernah kulihat dia alpa, kecuali ketika malam jatuh, atau ketika kelam masih membayang, Maghrib, Isya dan Shubuh. Aku kagum padanya, keterbatasan langkah ‘tak menghalanginya berjamaah -di masjid-. Ia benar-benar mengamalkan apa yang rasulullah sabdakan, “Shalat berjamaah (di masjid) lebih baik daripada sahalat sendirian dengan pahala dua puluh lima derajat.” Atau dalam riwayat lain, “Dua puluh tujuh derajat.”

Setiap kali aku melihatnya di masjid, aku malu sendiri pada diri, tubuh masih sehat, mata dan pendengaran masih awas, ayunan kaki masih lincah, tapi terkadang enggan memenuhi panggilan Allah, “Ya Allah! Jadikanlah hamba orang yang pandai bersyukur terhadap segala nikmat-Mu.”

Di sini (Mesir) aku ingin mendidik diri, meniru semangatnya yang membakar. Selalu shalat lima waktu di masjid, duduk berdiri di shaf awal. Berharap ketika pulang nanti bisa mengajak masyarakatku mengamalkan perintah rasul ini. Untuk itu aku harus bisa mendidik diri karena kata imam al Juri dalam kitab adab an Nufus, “Orang yang tidak bisa mendidik dirinya, tidak akan bisa mendidik orang lain.” Ya, walaupun sebagai manusia, aku juga terkadang ada bolongnya..

Pelajaran selalu bercecer dimana kita berada, di angkot, jalanan, emperan, pasar, atau mungkin di hutan, namun sering kali kita ‘tak menyadarinya, kita terlalu angkuh, enggan untuk melihat, akibatnya kita sering silap. Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga bagiku agar selalu rajin berjamaah di Masjid, dan bisa menghidupkan kembali masjid dan mushalla yang terpaku tak bergerak di kampungku. Amiin!


Catatan hari Ahad, 17 Mei 2009
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Template Information

Label 6

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bilik Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template