Demi Sebuah Asa - Bilik Sastra
Headlines News :
Home » » Demi Sebuah Asa

Demi Sebuah Asa

Written By rumah karya on Rabu, 27 Oktober 2010 | 00.25

“Nak, ini uangnya!" Empat lembar ratusan ribu diserahkan Amak pada Buyuang.
“Cukupkan?” Tanya Amak kembali.
”Insya Allah, Mak. Ini lebih dari cukup.” Jawab Buyuang lembut. Seraya menerima uang itu.
“Buyuang, uangnya dihemat! jangan dihambur-hamburkan. Ingat! kehidupan kita hanya seperti ini! belajarlah yang rajin. Carilah ilmu yang banyak. 'Buah yang jatuh tidak akan kembali ketangkainya.' Kalau soal biaya? Tak usah pikirkan! Amak akan berusaha mencari!" Buyuang haru mendengar semua itu. Tak tega mebiarkan Amak.
"Terima kasih, Mak. Insya Allah. Buyuang akan jaga amanah Amak. Dan mempersembahkan yang terbaik." Ia sangat bangga pada Amak. Pada orang satu-satunya tempat ia bernaung sekarang. Pada orang yang membesarkannya dengan cinta, air mata bahkan darah.



***
Ya, semenjak Ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu. Ibunyalah yang mencukupi semua kebutuhannya. Ibunya bekerja menerima upah di sawah, kebun dan ladang orang. Dan kemudian uangnya ia gunakan untuk membiayai sekolah Buyuang. Juga, dari hasil penjualan pinang, di belakang rumah, yang ditanam Ayahnya dulu. Dari sanalah mereka menyambung hidup.


Buyuang sekolah di sebuah kota, Padang tepatnya. Ia menimba ilmu disana, di MAN 2 Padang. Di sanalah ia menunaikan segala amanah Amak. Orang yang menjaga, mendidik dan menjadikannya orang yang penuh optimis. Amak selalu memotivasi dan memberinya semangat, agar jangan pernah puas terhadap ilmu. Agar senantiasa istiqamah. Terkadang, Amak juga menceritakan semangat para pejuang ilmu dulu. Sehingga ada diatara mereka yang harus rela menempuh perjalanan jauh, melewati padang pasir terik. Dan terpaksa meminum air kencing sendiri, demi mempertahankan hidup, imam Ibnu Kharasi misalnya. Dan, juga seorang imam yang harus rela mencomot atap rumahnya demi ilmu, Imam malik. Kisah-kisah itu membuat semangatnya terlecut. Ia juga ingin seperti mereka. Gigih dalam mencari ilmu.

***
Amak, walau tidak tamat SD, kalau soal wawasan, nggak kalah saing dengan sarjana-sarjana IAIN. Meskipun sudah tua, Amak masih gigih mencari ilmu, membaca dan mengikuti pengajian-pengajian. Semangat itulah yang ditanamkan pada Buyuang. Beliau juga sering diminta jadi pemateri acara ta’lim ibu-ibu, walaupun kadang-kadang merasa minder dengan ustadzah Nur Haizah, jebolan al-Azhar satu-satunya di kabupaten, Hafidz Qur’an lagi, guru amak sendiri. Ustadzah Nur ngerti apa yang dirasakan Amak, begitu beliau biasa dipanggil. Sebab itu, ustadzah Nur sering menasehati, agar jangan pernah minder atau sungkan untuk menyampaikan yang benar, ”sampaikanlah walaupun satu ayat,” Begitu beliau mengutip hadits nabi. ”Rasa takut atau segan terhadap manusia janganlah sampai menghalangimu untuk menyatakan apa yang sebenarnya. Jika kamu memang benar melihat, menyaksikan atau mendengarnya sendiri."

***

Buyuang di sekolah terkenal dengan perangainya yang santun, ia disegani setiap orang. Ia kesayangan para guru dan teman-teman. Tak ada yang dengki padanya. Ia telah mengharumkan nama Sekolah. Bahkan di seataro Sumatera Barat namanya bersinar. Tak ada yang tak kenal. Ia selalu menempati yang pertama, baik di akademisi maupun ekstra. Ia HAMKA yang kembali dilahirkan, yang akan membangkit batang tarandam (baca: pohon terendam). Ia Natsir yang kembali diturunkan dari langit, membersihkan busuknya perpolitikan. Ia Imam Bonjol yang datang memurnikan ajaran Islam. Segala potensi ada padanya. Tapi sayang! itu dulu. Ketika semuanya belum terjadi, ketika semuanya masih normal. Berawal dari kecelakaan yang membuat ia harus kehilangan segalanya. Ia tidak bisa berfikir keras.
Waktu itu, ia pulang kampung dengan sebuah bus, SINAR GUMANTI. Bus itu menanjaki sebuah tanjakan yang sangat tinggi dan terjal, si Tinjau Lawik. Tepat di tengah tanjakan, mobil mati mendadak. Rem blong. Karuan saja, mobil tersebut mundur kencang dan menabrak tebing, untung tidak masuk jurang. Mobil remuk. Penumpang yang berjumlah tiga puluh orang, tewas di tempat kejadian peristiwa. Allah masih meberinya umur. Ia selamat. Walaupun harus rela kehilangan kejeniusannya. Dokter memvonis, ia tidak bisa berpikir keras, karena akan berakibat fatal. Waktu kecelakaan, kepalanya membentur keras job mobil, keras sekali. Sehingga sempat beberapa bulan tidak ingat apa-apa. Sejak saat itulah, ia tidak lagi bisa berbuat banyak. Setiap kali ia berpikir keras, kepalanya akan nyut-nyutan, pandangan gelap. Dan, akhirnya pingsan. Ia sebenarnya sudah putus asa terhadap hal ini. Dan tak ingin lagi sekolah. Tapi, Amak-nya salalu memberi semangat dan motivasi. Berkat dorongan dan motivasi itulah, ia masih terus lanjut sekolah.
"Itu semuanya dari Allah, Buyuang bersabar saja. Allah tidak menguji hamba-Nya di luar kesanggupan." Begitu Amak sering menasehati. Memembakar bara semangatnya.

Waktu terus merambat pergi. Meninggalkan jejak-jejak kehidupan. Cepat sekali. Setiap detik yang melintas, tiada terasa. Merugilah orang-orang yang lalai selama ini. Itulah kehidupan. Tepatlah yang dikatakan sebuah ungkapan, "Waktu itu terasa pendek, bagi orang yang senang. Dan terasa panjang, bagi orang yang diradang kesedihan."

***

"Hai!" Ada suara meriam menembak keras sekali. Tepat ditelinga. Menghentakkan badannya.
"Astaghfirullah." Dia terhenyak. Terdongok kedepan.
"Sialan! Kamu kalau manggil kira-kira dong!" Dia sedikit geram. Melipat jari.
"Sorry, sorry. Gitu aja marah" Jawab pengaget enteng. Tanpa merasa bersalah.
"Ada apa nyari-nyari saya." Membetulkan duduknya.
"Eh, Kamu sudah tahu belum pengumuman tes kemaren."
"Tes De-Pag maksudmu?"
"Iya."
"Belum tuh. Emang gimana?"
"Alhamdulillah, Yuang. Kita lulus, Berlima. Termasuk saya dan kamu."
"Ah, yang bener. Kamu lihat dimana?" Selidik Buyuang.
"Bener. Saya barusan lihat di internet bareng Ajo, Atuak dan Sutan."
"Alhamdulillah." Buyuang sujud syukur. Ia bertahmid memuji keagungan Allah.
"Terima kasih, ya Allah. Engkau telah mengabulkan doa hamba, 'Sungguh! Allah itu tidak pernah menyalahi janji.' Buyuang teringat perkataan Amakya, beberapa tahun yang lalu, 'sesungguhnya setiap kesulitan ada kemudahan.'"

Keras kerja, kini berbuah. Sekarang ia memetik hasil, dari usaha yang ditanam dulu, ia lulus ke Mesir. Suatu hal yang sangat luar biasa. Tak bisa di lukiskan. Kuliah di negri yang selama ini di idamkan, 'kenyataan hari ini, adalah mipi hari kemarin. Dan mimpi hari ini, adalah keyataan hari esok.' Begitu hasan al-Bana berkata.

"Anak-anak sudah pada tahu, Man?"
"Sebahagian sudah."
"Thank's, ya. Atas infonya. Sekarang saya mau ke wartel dulu. Nelpon Amak. Assalamu'alaikum." Beranjak meninggalkan Rusman.
"Ya, saya juga pengen ngubungin keluarga. Waalaikum salam."
bangkit dari duduknya.

Hari ini sangat indah dirasa Buyuang. Meskipun matahari memanggang. Tak dirasakan. Ia hanya merasa berada disebuah taman yang sangat sejuk, ditemani kicau burung yang merdu.

****
Disudut ruangan. Seorang wanita paruh baya, duduk mematung diatas kursi tua. Tatapannya kosong. Lurus kedepan. Diiringi buliran bening. Sesekali ia mengernyitkan dahi.
“Dari mana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu.” Ia bergeming pelan.
“Sembilan juta, bukanlah jumlah yang kecil.” Desahnya. Kembali melamun kosong. Menatap langit sore dengan hampa. Enam nol panjang yang berjejer di belakang sembilan, membuat ia berpikir keras.
Ia bangkit. Berjalan perlahan ke sebuah almari. Mengambil kotak kayu lusuh. Bila ditaksir, hanya berbeda beberpa tahun saja dari usianya kini. Ia mengeluarkan sesuatu dari kotak itu.
“Kalaupun ini kujual, masih sangat jauh dari cukup.” Menggenggam lemas benda tersebut.
Ia sangat sedih sekali, andai tidak bisa memenuhi semua janjinya. Janji pada anaknya yang menelpon beberapa waktu lalu, menanyakan perihal dana untuk ke Mesir. Sebenarnya ia ingin mengatakan belum ada sepeserpun. Tapi, berat sekali ia untuk mengatakan itu. Ia tak tega melihat anaknya kecewa.
“Dan dia memberi rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangaka.”
“Ibu Buyuang nggak berangkat kerja?” Tegur seorang tetangga yang lewat didepan rumahnya.
“Nggak buk.” Jawabnya pelan.
“Wajah ibuk kelihatan pucat. Apa Ibuk sakit?” Selidiknya.
“Iya, saya kurang enak badan. Tapi, nggak apa-apa kok. Paling bentar lagi juga baikan.”
“O, kalau begitu saya duluan ya buk, buru-buru nih, hampir malam.”
“ya, buk. Silahkan.”

***
Pagi ini, bandara Katapiang, Padang. Banjir akan manusia. Beragam. Tackoff. Landing. Ramai. Pagi yang mengharukan, derai air mata berjatuhan. Perpisahan akan terjadi. Bandara katapiang jadi saksi haru perpisahan itu.

"Buyuang, Pandai-pandai menjaga diri disana! Jaga kesehatan! Kalau sudah sampai kasih kabar Amak! 'Laut yang tenang tidak akan melahirkan pelaut yang handal!' Trus berusaha! Dekatkan diri pada Allah! Doa Amak menyertaimu." Amak merangkul Buyuang dengan air mata terus berguguran. Buyuang sendiri tak kuasa menahan buliran yang menggumpal di matanya.

"Insya Allah, Mak. Buyuang akan ingat pesan Amak."

Perpisahan yang sangat tak diinginkan terjadi. Sebenarnya ia tidak tega meninggalkan Amak. Perasaannya berkecamuk, antara senang, sedih dan haru. Tapi, demi sebuah asa, semua itu harus ia lakukan, asa Amak, Buyuang dan semuanya.
Kini, Buyuang terbang bebas di udara. Menuju pulau impian. Mengumpulkan permata-permata.

Buyuang tidak pernah sadar dari mana datangnya dana. Sehingga ia bisa mengudara dengan Mandala. Ia tidak tahu, bahwa Amak-nya mati-matian banting tulang. Meminjam sana sini. Menggadaikan sertifikat rumah. Termasuk kebun pinang. Ia tidak pernah menyadari, di mana Amaknya akan tinggal, andai tidak bisa membayar semua itu. Buyuang tak pernah tahu.
"Sudah, Buyuang tak usah pikirkan." Begitu jawaban Amak, setiap kali ditanya. Amak tak ingin Buyuang tahu. Takut nanti menjadi beban pikiran.

Bisakah ia membuat bahagia orang yang mati-matian berjuang selama ini? Atau malah sebaliknya? Kita nantikan saja.
Selamat jalan Buyuang. Semoga engkau sukses mereguk apa yang kau impikan.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Template Information

Label 6

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bilik Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template