Imam Ahmad bin Hanbal - Bilik Sastra
Headlines News :
Home » » Imam Ahmad bin Hanbal

Imam Ahmad bin Hanbal

Written By rumah karya on Sabtu, 09 Oktober 2010 | 16.54

Dari masa ke masa, perkembangan selalu terjadi. Layaknya ulat yang menjelma kempompong, secara ajaib menyembul kupu-kupu indah. Dalam perkembangan hadis pun demikian, sebut saja Muwato’, di mana dalam muwato’ mencakup hadis nabi, qoul sahabat dan ijma’ tabiin, semua berbaur menjadi satu. Seiring perkembangannya, kemudian menjelma menjadi Musnad, di mana di sana tertulis hadis nabi saja, tanpa ada penyertaan qoul sahabat ataupun ijma’ tabi’in. Tapi, hadis-hadis tersebut melebur, ada sahih, hasan dan dho’if. Kemudian berkembang lagi menjadi kupu-kupu indah, hadis hadis yang bercampur tersebut oleh imam Bukhari dan Muslim dipilah menjadi yang hanya sahih saja. Begitu ia bermetamorfosis, hingga menjadi indah seperti kupu-kupu, hingga ia menjadi kitab yang hanya shahih saja. Kitab rujukan bagi umat Islam.

Diantara perkembangan di atas mungkin kita akan mencoba mengkaji musnad terkhusus lagi metode Imam Ahmad dalam musnadnya untuk lebih lanjutnya mari kita ikuti pembahasannya.

I. Pendahuluan

Dari masa ke masa, perkembangan selalu terjadi. Layaknya ulat yang menjelma kempompong, secara ajaib menyembul kupu-kupu indah. Dalam perkembangan hadis pun demikian, sebut saja Muwato’, di mana dalam muwato’ mencakup hadis nabi, qoul sahabat dan ijma’ tabiin, semua berbaur menjadi satu. Seiring perkembangannya, kemudian menjelma menjadi Musnad, di mana di sana tertulis hadis nabi saja, tanpa ada penyertaan qoul sahabat ataupun ijma’ tabi’in. Tapi, hadis-hadis tersebut melebur, ada sahih, hasan dan dho’if. Kemudian berkembang lagi menjadi kupu-kupu indah, hadis hadis yang bercampur tersebut oleh imam Bukhari dan Muslim dipilah menjadi yang hanya sahih saja. Begitu ia bermetamorfosis, hingga menjadi indah seperti kupu-kupu, hingga ia menjadi kitab yang hanya shahih saja. Kitab rujukan bagi umat Islam.

Diantara perkembangan di atas mungkin kita akan mencoba mengkaji musnad terkhusus lagi metode Imam Ahmad dalam musnadnya untuk lebih lanjutnya mari kita ikuti pembahasannya.

II.Berkenalan dengan imam Ahmad

a. Biografi

Nama asli beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin ‘Auf bin Qosith bin Mazin bin Syiban bin Zuhl bin Tsa’labah bin ‘Ukabah bin Sho’ab bin Ali bin Bakar bin Wail adz Dzuhly asy Syiibany al Marruzy al Baghdady.
Beliau adalah salah satu diantara ulama yang berpengetahuan luas mendalam dan faqih. Beliau memilik dua orang putra yang bernama Shalih dan Abdullah. Imam Ahmad menikah pada umur empat puluh tahun dengan Ummu abi Abbasah bint al Fadhl.
Imam Ahmad dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awal, tahun 164 Hijriah di Baghdad. Sebagaimana penuturan Shalih, “Ayahku berkata padaku, ‘aku diahirkan pada Rabi’ul Awal, tahun164 hijriah.
Kemudian Khutaib al Baghdadi juga mengatakan, “Abu Abdillah dilahirkan di Baghdad, tumbuh dan berkembang di sana, serta menuntut ilmu di sana. Kemudian setelah itu, barulah ia melakukan perjalana menuntut ilmu ke berbagai negeri, Kuffah, Bashroh, Makkah, Madinah, Yaman, syam dan Jazirah.
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain.
Ilmu yang pertama kali dikuasainya adalah Al Qur’an, hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna, hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadis di awal umur 15 tahun. Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadis ini, beliau pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga beliau akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Imam Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut, "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal." Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah berkata, "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal"
Ayahnya wafat ketika berusia tiga puluh tahun, usia yang muda sekali. Jadilah ketika ia lahir anak yatim.

b. Para guru dan Muridnya

Layaknya ulama besar, dalam menuntut ilmu beliau tidak terpaku pada satu atau dua guru, dan rata-rata para ulama dahulu pun demikian. Adapun orang-orang yang Imam Ahmad berhasil mencuri ilmu serta meriwayatkan hadits dariya adalah:
Husyaim, Sufyan ibn ‘Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad, Jarir bin ‘Abdil Hamid, Yahya al Qaththan, Waliid bin Muslim, Isma’il bin ‘Aliyah, Ali ibn Hasyim bin al Bariid, Mu’tamar bin Sulaiman dan masih banyak lagi guru-guru beliau.

Adapun murid beliau dapat kita lihat seperti, Bukhari, Muslim, Abdurrahman bin Mahdi, asy Syafi’i, abu al Walid, Abdurrazaq, Waqi’, Yahya bin Ma’in, Ali bin al Madini dan lain lain.

c. Petualangannya dalam menuntut ilmu

Imam ahmad mulai bertualang mencari ilmu pada usia 15 tahun, bertepatan dengan tahun waatnya Imam Malik dan Hamad bin Zaid.
Dalam petualangan mencari ilmu ini, Imam Ahmad menempuh perjalanan yang sangat jauh dan panjang sekali. Di negeri yang terselip permata, beliau mampir ke sana. Beliau tak mengenal jauh demi ilmu. Hingga karena semangat beliau dalam menuntut ilmu ada yang bertanya, “ wahai Imam! Sampai kapan engakau akan menuntut ilmu?” beliau menjawab,“ sampai liang lahat.”
Adapun negeri yang beliau sambangi dalam menuntut ilmu diantaranya, Kuffah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, al Jazirah, dan ke Hijaz. Diantara negeri yang beliau sambangi tersebut, Hijaz merupakan negeri yang paling banyak beliau datangi, lima kali. Pertama kali beliau berangkat pada tahun 187 Hijriyah. Dan pada waktu itu beliau bertemu dengan imam asy Syafi’i. dan kembali bertemu dengan Imam Syafi’i di Baghdad.

e. Terjadinya Fitnah
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah ‘makhluk.’ Namun, dia terus bersembunyi di masa khilafah ar Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya. Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa al Qur’an Kalamullah, maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan, banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits, ‘Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya’”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja.”
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat.”
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat, maka anda hidup mulia. ”Maka, hatiku bertambah kuat.”
Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhlifahan yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun dibebaskan.

II. Metodologi dalam penyusuanan Musnad
a. Pengertian Musnad menurut istilah
Sebelum kita masuk pada pembahasan yang lebih jauh, alangkah baiknya jikalau kita menghetahui apa itu Musnad. Dalam pengertian imam Khutaib al Baghdadi adalah sanadnya bersambung sampai akhir (pada nabi Saw.). Imam Hakim juga mengatakan, “Bersambung sanadnya kepada rasul saw.
Diantara syarat musnad itu adalah tidak diriwayatkan berdasarkan lafazh akhbartu ‘an fulan, kata imam Hakim, Haddatstu ‘an fulan, Ballighni ‘an fulan, azhunnuhu marfu’an, dan tidak pula raf’uhu fulan.
Tapi dalam pengertian imam Abdil Barr, beliau memasukkan di sana mungqati’ dan Mu’dhol dalam pengertian musnad. Tapi yang lebih rajih adalah pengertiannya imam Khutaib al Baghdadi yang didukung oleh imam Hakim.
b. Pengertian Musnad Imam Ahmad
Yang dimaksud dengan musnad imam Ahmad adalah kitab hadis yang mengumpulkan hadis nabi semata berdasarkan sanad atau rawi a’la. Atau, mengumpulkan hadis-hadis setiap sahabat dalam jumlah yang tidak dibatasi oleh satu maudhu’, penyusunannya tanpa berdasarkan bab fiqhiya, seperti hadis shalat maka akan kita temui hadis berikutnya hadis tentang zakat, jihad atau sebagainya. Bedanya dengan kitab sebelumnya, seperti muawatha’ imam Malik, kitab Muawatho’ masih mencantumkan perkataaan sahabat dan fatwa tabi’iin.
c. Sejarah penyusunan Musnad
Dalam sejarah pengumpulan Hadis, abad ketiga Hijriyah merupakan periode kelima, yakni periode yang ditandai dengan upaya melakukan periwayatan secara kritis, hingga para ulama hadis fokus pada bagaimana mengumpulkan dan memisahkan serta menyaring mana Hadis yang sahih, hasan dan dho’if.

c. Tujuan Imam Ahmad menciptakan Musnad
Imam Ahmad memiliki keinginan besar, yaitu mengumpulkan hadis-hadis nabi Saw. dalam sebuah kitab yang besar, makan terciptalah musnad Ahmad bin Hambal. Di dalamnya mengandung berbagai hadis, seperti hadis tentang aqidah dan cabangnya, hukum, akhlak, amar ma’ruf nahi munkar, halal dan haram dan lain sebagainya, hingga ia menjadi imam bagi manusia.
Untuk itu itu beliau berkata, “Aku buat kitab ini sebagai imam, karenanya apabila manusia berselisih tentang sunah nabi Saw., rujuklah kepadanya!
Diantara tujuan beliau juga adalah untuk membantu sunah nabi Saw. dengan mengumpulkan hadis-hadis, kemudian disampaikan kepada manusia, lalu mereka berpegang teguh padanya (sunah nabi Saw.), dan ini merupakan pahala yang sangat besar disisi Allah ta’ala.
d. Kedudukan kitab
Kitab Musnad merupakan karya besar yang lahir dari tangan imam Ahmad. Di dalamnya mengandung banyak hadis yang mana tidak terdapat dalam kitab lain. Dia juga merupakan kitab penting diantara kutub as sittah lainnya. Dan ini diakui oleh ulama hadis dahulu maupun sekarang.
Imam ahmad berkata pada anaknya, Abdullah, “Hafallah olehmu Musnad ini, semoga ia menjadi imam bagi manusia!
Hambal bin Ishaq anak saudara Ahmad bin Hambal berkata. Kami dikumpulkan pamanku, aku, Abdullah dan Shalih lalu beliau berkata, “Aku mengumpulkan kitab ini (lebih kurang empat puluh ribu hadis) dari 750.000 hafalanku. Maka, apabila manusia berselesisih tentang hadis nabi, rujuklah padanya. Sesungguhnya dia adalah sebagai hujjah. Yang dimaksud dengan hujjah di sini adalah hadis tentang ushul, karena ia tak dikeragui lagi keshahihannya.
e. Metode Imam ahmad dalam Musnad
Imam Ahmad menyusunnya berdasarkan yang pertama kali masuk islam, kemudian dilanjutkan dengan sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah Saw.. Selanjutnya berdasarkan muqim (tempat tinggal).
1. Musnad Khulafa ar rasyidin yang empat, kemudian dilanjutkan dengan enam sahabat yang mendapat jaminan masuk sorga dari Rasulullah Saw..
2. Musnad empat sahabat lainnya, seperti Musnad Abu Bakr ash Shiddiq, musnad Zaid bin Kharijah, musnad al Harits bin Khazimah, musnad Sa’ad maula Abu Bakr.
3. Masnad Ahl al Bait
4. Musnad sahabat yang masyhur
5. Musnad orang-orang Kuffah
6. Musnad orang Madinah
7. Musnad orang Syam
8. Musnad orang Bashroh
9. Musnad orang Anshor
10. Musnad Nisa’
11. Musnad Qabilah
f. Pembagian hadis dalam Musnad
Syaikh as Sa’ati, ayah almarhum Hasan al Bana membagi kepada enam bagian:
1. Riwayat abu Andirrahman bin al Imam Ahmad dari bapaknya yang ia dengar secara sima’an (langsung). Dan ini dinamakan dengan musnad imam Ahmad
2. Apa-apa yang didengar Abdullah dari bapaknya dan dari selain bapaknya, dan ini sedikit sekali
3. Apa-apa yang diriwayatkan Abdullah bin al Imam Ahmad dari selain bapaknya. Dan dia dinamakan dengan zawaid Abdillah.
4. Apa-apa yang dibacakan Abdullah kepada bapaknya, dan dia tidak mendengarkan darinya (bapaknya). Dan ini sediit.
5. Apa-apa yang tidak Abdullah baca dan tidak pula didengar dari bapaknya. Tapi, dia mendapatkannya dalam kitab bapaknya yang ditulis oleh bapaknya sendiri.
6. Apa-apa yang diriwayatkan al Hafiz abu Bakar al Qothi’i dari selain Abdullah dan bapaknya. Dan pembagian ini sangat sedikit sekali.
g. Kriteria hadis dalam Musnad
Imam Ahmad dalam memasukkan hadis dalam musnadnya meliputi sanad dan matan. Dan dia tidak memasukkan kecuali apa yang menurutnya sahih. Al Hafiz Musa al Madini mengatakan, imam Ahmad tidak keluar dari riwayat yang tsabit, terpercaya serta agamanya bagus, dan keamanahannya tidak tercela.
Imam Ahmad juga tidak meriwayatkan hadis dari orang yang diyakini dho’if alias tidak dhobith atau tidak paham terhadap hadis. Tapi, beliau meriwayatkan dari orang yang betul-betul tsiqoh dan adil, serta perawi tersebut terkenal dengan kesidiqan dan ketaqwaannya.
h. Derajat hadis dalam Musnad
Ulama berbeda pendapat tentang hadis yang terdapat dalam musnad:
a. Sebagian mereka berpendapat bahwa setiap hadis yang terdapat di dalam musnad adalah shahih dan dan bisa dijadikan hujjah.
b. Ibnu al Jauzi mengatakan bahwasanya hadis di dalam musnad itu terdapat shahih, dho’if dan maudhu’
c. Ulama lain berpendapat bahwasanya dalam musnad mengandung dho’if yang mendekati kepada hasan, ini adalah pendapat ibn adz Dzahabi, ibnu Hajar dan as Suyuthi.
d. Ibnu Taimiyah berpendaat bahwa sebagian hadis yang terdapat di dalam musnad imam Ahmad dha’if dari segi istilah, tetapi tidak terdapat hadis maudhu’ yang diriwayatkan imam ahmad. Apabila ada, itu tambahan dari abu Bakr al Qothi’i.
Namun demikian, kedudukan Musnad Ahmad ibn Hanbal termasuk ke dalam kelompok kitab Hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam. Jika dilihat dari segi peringkatnya, Musnad Ahmad ibn Hambal menempati peringkat kedua, disederajatkan dengan kitab Sunan yang empat, yaitu Sunan Abu dawud, Sunan an Nasa’I, Sunan at Turmudzi dan Sunan Ibn Majjah. Sedangkan peringkat pertama ditempati Shahih al Bukhari dan Shahih al Muslim.


i. Perbandingan antara Musnad dan Muwaththa’
a. Mereka sama-sama dalam hal menerima hadis mursal dan munqathi’. Mereka menjauhkan dari dari penambahan terhadap hadis Rasulullah Saw..
b. Imam Ahmad dalam musnadnya menyusun hadis berdasarkan musnad sahabat. Sedangkan imam Malik betdasarkan bab fiqhiyah.
c. Hadis dalam muawatha’ terbatas. Sedangkan dalam musnad mencapai 40.000-an hadis.
d. Hadis dalam Muwatho’ secara umum mendekati shahih. Sedangkan hadis di dalam musnad mendekati hasan lidzatihi dan hasan lighairihi karena saking banyaknya.
j. Perbandingan Musnad dengan shahih Bukhari
1. Dalam penyeleksian hadis, imam Bukhari lebih syadid dari imam Ahmad.
2. Imam Bukhari menyusun berdasarkan bab fiqhiyah. Sedangkan imam
H. Penilaian Ulama
Penilaian yang dilakukan Ahmad ibn Sakir terhadap Musnad ini, bahwa banyak Hadis sahih yang tidak ditemukan dalam kutub as Sittah. Kesahihan Hadisnya adalah menurut pernyataan Ahmad ibn Hambal, “Kitab ini kuhimpun dan kupilah dari lebih 750.000 Hadis, jika Muslimin berselisih tentang sebuah Hadis nabi, maka jadikanlah kitabku ini sebagai rujukan, jika kamu menemukan yang dicari di sana, itu sudah cukup sebagai hujjah. Kalau tidak, maka Hadis yang diperselisihkan itu bukanlah hujjah.
Menurut penelitian as Sa’ati, bahwa Hadis-hadis yang termuat dalam Musnad Ahmad ibn Hambal tidak seluruhnya dari Imam Ahmad. Tapi, ada tambahan dari anaknya, yaitu Abdullah. Selain itu juga dilakukan oleh Abu Bakar al Qathi’i yang meriwayatkan Musnad itu dari Abdullah.
III. Penutup
Masih banyak mutiara yang belum terpungut dari musnad imam Ahmad. Makalah mungil ini hanyanlah sebagai rangsangan kepada kita untuk mengggali dan terus menggali kembali, hingga mengeluarkan semua muatiara-mutiara yang tersimpan dalam kitab musnad tersebut. Yang namanya sebagai perangsang tentunya makalah singkat ini jauh dari ketamaman. Untuk itu, penulis mohon maaf atas kekurang-kekurangn itu. Akhirnya selamat mengkaji kembali.

Daftar Pustaka
1. Adz Dzahaby, Al Imam asy Asyamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, 1427 H/2006 M. Siyar a’lam an Nubala’. Darul Hadits: Cairo
2. Ibn Hambal, Ahmad bin Muhammad, 1426 H/2005 M. Al Musnad li al Imam Ahmad bin Hambal. Dar al Hadits: Cairo
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal#Sabar_dalam_menuntut_ilmu
4. An Nawawi, Al Imam, 1425 H/2004 M. Tadrib ar Rawi lil Hafiz as Suyuthi, syarah Taqribu an Nawawi. Dar al Hadits: Cairo
5. Ibnu Katsir, al Hafiz, 1428 H/2007 M. Al Ba’its al Hatsits Syarah Ikhtishor Ulumu al Hadits. Dar al Aqidah: Cairo
6. http://one.indoskripsi.com/node/5984
7. Salim, Muhammad Musthofa Muhammad, 1429 H/2008 M. Buhus Fi Manahij al Muhaddisin. Dar ash Showaf: Egypt. (Muqarrar tk. III Hadis, Ushuluddin Zagazig)






Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Template Information

Label 6

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bilik Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template